Wonderful NTT (Part 3)

Dan inilah final part dari cerita saya berkeliling di NTT....
.
.
Setelah menjelajahi wilayah tengah NTT, saya melanjutkan perjalanan ke daerah sebelah barat NTT.
Yap, Labuan Bajo, sebuah kota yang berkembang pesat dan banyak diminati oleh turis domestik maupun mancanegara. Ada apa nih di Labuan Bajo?

Perjalanan menuju Labuan Bajo saya tempuh dengan menggunakan mobil selama 4 jam dari Ruteng. Kondisi jalan sudah bagus dan beraspal, namun tetap berkelok-kelok. Hampir seluruh jalanan yang saya lalui selama di NTT berkelok-kelok, namun tetap dihiasi indahnya alam di kanan dan kiri jalan. Selain itu, sinyal sangat susah di daerah NTT, hanya beberapa operator saja yang sinyalnya bagus.
Setelah sampai di Labuan Bajo, saya segera menuju tempat penginapan, karena matahari sudah terbenam, dan hari mulai malam. Saya memilih tempat penginapan dekat pelabuhan.
Keesokan harinya, saya segera bergegas menuju pelabuhan dan bersiap menuju Taman Nasional Komodo beserta pulau-pulau di sekelilingnya.
Namun, karena alasan teknis (mesin kapal mati dan tidak kapal tidak bisa berjalan), akhirnya dengan kecewa saya harus kembali ke pelabuhan. Kapten pun menjanjikan bahwa keesokan harinya akan ada kapal pengganti yang akan mengantar saya mengeliling pulau-pulau di sana.
Saya pun memutuskan untuk menginap di Waecicu Beach Inn dan menghabiskan hari saya di sana. Penginapan ini membuat saya betah karena memiliki view yang menarik, tempatnya pun langsung mengarah ke pantai, sehingga para pengunjungnya dapat langsung bermain-main di pantai.


Waecicu Beach Inn


Dan.... tibalah hari yang ditunggu-tunggu, pagi itu saya bergegas menuju pelabuhan,sesuai dengan perjanjian, saya dapat berlayar dengan kapal yang dipimpin Kapten Gafril beserta 3 krunya. Tujuan utama kami adalah Pulau Kanawa. Perjalanan menuju Kanawa ditempuh dalam waktu 2 jam dari pelabuhan dengan menggunakan kapal. Kanawa terkenal dengan keindahan bawah lautnya yang menakjubkan. Oleh karena itu, sangat cocok bagi para travelers yang ingin snorkling.

Pulau Kanawa

Setelah 2 jam snorkling di Pulau Kanawa, saya harus melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya, yaitu Fish Point. Saya harus menempuh perjalanan 1 jam dari Pulau Kanawa untuk sampai di Fish Point. Di perjalanan, saya menikmati santap siang yang dimasak oleh awak kapal. Setelah selesai makan, saya sampai di Fish Point, di tempat ini banyak terdapat ubur-ubur dan karang-karang yang sangat unik.

Fish Point
Fish Point
Beberapa menit saja saya mengunjungi fish point, kemudian saya melanjutkan perjalanan, menuju Manta Point. Dimana di tempat ini akan ditemukan banyak Ikan Manta (yang hanya ada di Taman Nasional Pulau Komodo) jika para wisatawan tertarik untuk diving.Nah, karena saya belum pernah diving, dan tidak terlatih untuk itu, maka saya hanya berkeliling di daerah Manta Point dan melihat ikan Manta dari atas permukaan air laut. Kecewa sih, but someday semoga bisa kesana lagi sih yaaa, ga cukup kalo cuman sekali aja nih ke tempat yang menyenangkan seperti ini.
Nah, karena matahari udah mulai ke arah barat dan kapal-kapal hanya diijinkan berlayar sampai pukul 17.30. Maka kapten kapal saya segera mengajak saya dan para kru kapal lainnya menuju ke Gili Lawa, yaitu destinasi terakhir kami di hari itu. Setelah kapal mulai menepi, saya harus trekking untuk ke puncak bukit, melihat Gili Lawa dari atas bukit tersebut. Trekking dilalui selama kurang lebih 45 menit untuk sampai di puncak tertinggi dan melihat sunset. Trekkingnya lumayan berat sih, tapi semuanya bakal terbayar saat udah sampai di puncak.
Gili Lawa
Setelah menikmati sunset di atas puncak Gili Lawa, saya harus turun dan kembali ke kapal. Malam itu saya menginap di kapal. Di kapal sudah disediakan fasilitas yang baik untuk menginap. Terdapat kamar mandi juga, walaupun air yang digunakan bukan air tawar. Para awak kapal juga menyediakan santapan makan malam untuk dinikmati. Eitss, jangan dikira di atas kapal ga bisa makan enak, makanan yang disediakan sangat sedap dan nikmat lhoo. Berasa kayak ga di atas kapal...hehehe......
Makan Malam di Atas Kapal
A night at Gili Lawa


Keesokan harinya....... pukul 06.00 WITA saya segera berangkat untuk kembali mengkesplor pulau-pulau di Taman Nasional Komodo. Destinasi pertama di hari itu adalah Pulau Padar. Yap, pulau ini sudah terkenal dengan keindahannya yang menakjubkan. Saya juga mau menikmati keindahan Pulau Padar secara langsung dong tentunya. Perjalanan menuju Pulau Padar ditempuh selama 2 jam lebih dari Gili Lawa. Kata kapten, sering kali para wisatawan yang mau menuju kesana hoki2an, karena kadang ombak dalam perjalanan menuju Pulau Padar sangat besar, oleh karena kondisi geografisnya yang mempertemukan 2 arah arus yang berlawanan. Setelah sampai di pinggir pantai, saya harus kembali trekking untuk melihat Pulau Padar dari atas bukit. Trekking ditempuh selama kurang lebih 45 menit dan trekking di Pulau Padar tidak seberat di Gili Lawa. Saya mulai trekking pukul 09.00 WITA, matahari mulai terik saat saya mulai trekking. Walaupun kepanasan dan keringetan, semuanya terbayar saat sudah sampai di puncak. Pemandangannya buagus sekali dan saya dapat tersenyum bangga dan senang melihat alam Indonesia.
Pulau Padar
Seusai mengambil beberapa gambar, saya segera turun dan kembali melanjutkan perjalanan. Namanya Taman Nasional Komodo, tentunya pasti penasaran dengan komodo juga dong.. Nah, di Taman Nasional Komodo, hewan Komodo ada di 2 pulau, yaitu Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Karena jarak Pulau Komodo sangat jauh, kapten memutuskan untuk mengantar saya ke Pulau Rinca. Di sana saya diantar guide untuk melihat hewan yang usianya bisa mencapai 50 tahun ini. Agak menakutkan sih mengunjungi hewan ini di saat musim kawin. Karena ketika musim kawin, para pejantan akan memperebutkan betina, nah bagi pejantan yang kalah, emosinya tentu meluap-luap, dan bila diganggu tentunya dia akan sangat marah.

Komodo Junior



Di Pulau Rinca tidak hanya terdapat komodo, di sana juga ada beberapa hewan seperti rusa, monyet, dan beberapa hewan lain yang dibiarkan hidup bebas seperti di hutan. Setelah muter-muter keliling Pulau Rinca, saya kembali ke kapal dan menikmati santap siang dan menuju ke destinasi terakhir saya di Taman Nasional Komodo, yaitu Pulau Kelor. Di Pulau Kelor wisatawan bisa memilih trekking ataupun snorkling. Nah saking asyiknya bermain di Pulau Kelor, saya gak sempet foto-foto banyak nih disana, mungkin suatu hari nanti saya bisa kesana lagi yaaaaa!
 Indonesia itu indah kawan! Kenali, kunjungi, nikmati, dan jangan lupa untuk menjaga serta melestarikan alam indah ini. :)




















Wonderful NTT (Part 2)

I'm going to continue my story about NTT, guys!
.
.
Setelah menjelajahi Kampung Adat Bena, saya melanjutkan perjalanan menuju Kota Ruteng, perjalanan ini ditempuh selama 4 jam dengan kondisi jalan beraspal namun tetap berkelok-kelok.
Di hari ke-3 saya mulai untuk mengeksplor Kota Ruteng. Pada hari itu, saya pergi menuju Rumah Adat Todo, yang letaknya berada di Desa Todo, Satarmese Barat, Manggarai. Perjalanan menuju rumah adat ini lumayan jauh dari kota. Perjalanan ditempuh dalam 2,5 jam menggunakan mobil. Sebelum memulai perjalanan, saya menyiapkan perbekalan untuk di jalan. Setelah mencari informasi, ternyata di Kota Ruteng terdapat camilan yang sangat khas, namanya kompyang. Kompyang adalah roti tanpa isi yang bentuknya bulat. Oleh karena itu saya memutuskan untuk pergi ke toko dimana kompyang ini dibuat. Setelah sampai di toko tersebut, ternyata sudah banyak orang yang mengantri kompyang, mereka membeli dalam jumlah yang cukup besar (50 biji-100 biji). Karena banyaknya pesanan tersebut, terpaksa saya pun harus menunggu kompyang yang sedang dalam proses pembuatan. Setelah menunggu 10 menit, kompyang saya pun jadi. Kompyang ini dijual dengan harga Rp. 1000,- per biji. Karena kompyang yang saya dapat baru keluar dari oven, saya langsung segera memakannya, rasanya gurih dan ngangeni. Walaupun tanpa isi, kompyang ini tetap enak untuk dimakan dan cocok dijadikan cemilan, apalagi dicampur teh/kopi.
Kompyang
 Jalan yang harus saya lalui dalam perjalanan menuju Kampung Todo sangat kecil, dan tidak seluruhnya beraspal. Dalam perjalanan pun saya berulang kali tanya pada warga.Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya saya sampai di Kampung Todo, di sana para wisatawan disambut baik, dan diwajibkan untuk mengisi buku tamu. Seusai mengisi buku tamu, para wisatawan yang berkunjung diharuskan menggunakan kain adat dan mengikuti salah satu warga yang akan menjelaskan segala sesuatu mengenai Kampung Todo. Salah satu warga tersebut bernama Rizky, dia menjadi guide saya selama mengelilingi Kampung Todo. Dia menjelaskan banyak hal mengenai Kampung Todo, mulai dari arti bentuk rumah adat, barang-barang peninggalan, proses upacara adat yang dilakukan, serta tarian khas yang biasa dilakukan di sana (Tari Caci).
Di Kampung Todo, beberapa warga juga menenun kain adat yang kemudian dijual bagi para wisatawan. Setelah berkeliling selama 1 jam , hari mulai sore , dan cuaca di sana mulai mendung , kabut mullai turun. Oleh karena itu, saya bergegas mengambil beberapa foto dan kembali ke Kota Ruteng.
Rumah Adat Todo

Di hari ke-4, saya kembali mengeksplor Kota Ruteng. Setelah browsing, saya menemukan tempat yang bernama Lingko Cara, yaitu sawah laba-laba. Kenapa disebut begitu? Sawah tersebut disebut laba-laba karena bentuknya menyerupai sarang laba-laba jika dilihat dari atas. Berbekal info dari internet, saya bergegas menuju Lingko Cara. Jalanan menuju Lingko Cara sudah bagus dan beraspal, namun untuk melihat Lingko Cara secara langsung. Mobil harus diparkir di pinggir jalan di Desa Cara, daerah Cancar, sekitar 12 km ke arah barat Ruteng. Setelah itu para wisatawan berjalan kaki melewati untuk sampai di sebuah rumah warga, untuk mengisi buku tamu. Setelah selesai mengisi buku tamu, saya diantar oleh anak-anak kecil penduduk sana untuk melihat Lingko Cara. Saya harus berjalan kaki melewati bukit selama kurang lebih 15 menit. Sesampainya di sana, saya dapat melihat sawah laba-laba dari atas bukit.Walaupun sedikit kecewa, karena saat saya di sana bukan saat musim tanam, sehingga sawahnya tidak terlihat menghijau, namun saya menikmati perjalanan ini. Saya juga senang dengan keramahan anak-anak penduduk di sana yang ikut mengantar saya menuju Lingko Cara.
Lingko Cara

Hari sudah mulai siang dan saya segera melanjutkan perjalanan menuju tempat berikutnya, yaitu Gua Liang Bua. Dimana gua ini merupakan tempat ditemukannya fosil Homo floresiensis. Namun, karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan (jalanan berbatu-batu dan susah untuk dilalui), saya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Guang Liang Bua. Untuk memanfaatkan waktu yang ada, saya menuju Kampung Adat Pu'u. Kampung ini letaknya tidak jauh dari Kota Ruteng. Akses menuju kampung ini juga tidak sulit.
Di kampung ini saya melihat banyak anak-anak kecil yang bermain-main menikmati suasana kampung. Ada yang bersepeda, ada yang berlari-lari, ada juga yang mengikuti saya berkeliling kampung. Sungguh membahagiakan bisa melihat anak-anak di sana bermain dengan gembira.

Rumah Adat di Kampung Pu'u
Dalam perjalanan pulang, saya melihat sebuah bangunan yang juga terkenal di Kota Ruteng. Bangunan ini adalah Gereja Katedral Ruteng.
Gereja Katedral Ruteng
Selain itu, saya juga melihat Rumah Adat Wunut yang letaknya berada di tengah Kota Ruteng.
Rumah Adat Wunut

Sore harinya, sebelum matahari terbenam, saya menikmati keindahan Kota Ruteng dengan bersepeda mengelilingi sekelumit Kota Ruteng. Sambil berkeliling, saya mengambil beberapa gambar dari tempat-tempat yang saya lalui selama bersepeda, salah satunya adalah Kantor Bupati Manggarai ini.
Kantor Bupati Manggarai

Suhu udara di Kota Ruteng sangat dingin, saat saya berada di sana, suhu udara mencapai 15 derajat Celcius. Di Kota Ruteng akan banyak ditemui rumah-rumah warga yang menggunakan panel surya sebagai sumber energi. Selain itu, mencari bensin di daerah NTT cukup susah juga lho, di Kota Ruteng saja, hanya ada 3 SPBU yang saya temui setelah berkeliling. (to be continued)




































Wonderful NTT (Part 1)

Suntuk ? Bosan ? Pengen refreshing ?
Traveling & kuliner bisa jadi solusinya loh.

Masih bingung destinasi wisata buat traveling kamu ?
NTT bisa jadi solusinya, kawan.

Wonderful NTT
Yap, Nusa Tenggara Timur punya keistimewaan dan keunikan tersendiri bagi para traveller.
Saya akan bagikan kisah saya selama traveling di NTT.

Destinasi awal saya sampai di NTT adalah Gunung Kelimutu, dimana gunung berapi tersebut memiliki keistimewaan yaitu 3 kawah dengan warna yang berbeda-beda.
Letak gunung tersebut berada di Ende (sebuah kabupaten di Pulau Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur).
Oleh karena itu, hari pertama, saya melakukan perjalanan menuju Ende. Setelah sampai di kota, saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil menuju Moni. Perjalanan ini ditempuh selama 1,5 jam dengan kondisi jalan yang baik dan sudah beraspal, hanya saja jalanannya berkelok-kelok.
Moni adalah desa terdekat sebelum menuju Taman Nasional Kelimutu. Malam harinya saya beristirahat di salah satu penginapan di Moni. Pukul 03.30 saya bergegas untuk menuju Taman Nasional Kelimutu, perjalanan ditempuh dengan menggunakan mobil selama 1 jam. Tiket masuk Taman Nasional Kelimutu sebesar Rp. 5000,- per orang untuk turis domestik. Setelah sampai di parkiran, para wisatawan harus berjalan menuju puncak Gunung Kelimutu. Jalan kaki ini akan ditempuh selama 45 menit dengan medan yang tidak terlalu sulit menurut saya. Walaupun suhu udara sangat dingin, saya tempuh perjalanan dengan semangat dan berharap tidak ketinggalan sunrise. Sesampainya di puncak, saya melihat sudah banyak turis yang menunggu sunrise. Dan pada pukul 05.30 , sunrise yang ditunggu-tunggu mulai muncul dan ketiga kawah menakjubkan Kelimutu mulai terlihat. Sungguh indah karya ciptaan-Nya.



Menanti Munculnya Matahari di Gunung Kelimutu









Kawah Kelimutu


















Setelah matahari muncul, kami semua yang berada di puncak takjub akan indahnya alam Indonesia di Kelimutu. Sembari menikmatinya, beberapa wisatawan memesan segelas teh/kopi pada penjual minuman di puncak. Dari atas puncak tersebut, ketiga danau kawah yang warnanya berbeda-beda terlihat seluruhnya. Dua dari tiga danau tersebut terletak berdekatan, sedangkan danau lainnya berada di sisi yang berbeda. Menurut penduduk sana, warna danau tersebut dapat berubah-ubah dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Saat saya berada di puncak, beberapa orang juga menceritakan hal-hal unik dari danau tersebut.
 


Setelah mengabadikan beberapa foto, pukul 06.00, saya turun dari puncak. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju daerah lain di NTT.
Destinasi di Ende yang juga terkenal selain Kelimutu adalah Rumah Pengasingan Bung Karno. Oleh karena itu saya harus kembali menempuh perjalanan ke kota selama 1,5 jam, karena letak rumah pengasingan tersebut berada di Kota Ende. Di perjalanan, saya mampir di Pasar Moni untuk membeli jeruk, karena bau dari jeruk membantu saya supaya tidak mabuk di jalan.
Pasar Moni

Setelah membeli jeruk, saya melanjutkan perjalanan menuju kota. Di tengah jalan, mobil yang saya tumpangi terpaksa harus berhenti, karena ada pembuatan jalan, sehingga jalan yang kami lewati harus dibuka dan ditutup pada waktu tertentu. Seluruh mobil yang akan menuju kota pun harus antri menunggu jalan dibuka. 
Di sebelah tempat mobil saya berhenti, terdapat sebuah warung kecil, sambil menunggu dibukanya jalan, saya mampir untuk membeli nasi bungkus di sana. Sederhana memang masakannya, tapi rasanya luar biasa. Ngangeni banget. 
Seusai makan, saya masih harus menunggu jalanan dibuka. Dan saat melihat antrian mobil saat itu, saya melihat kendaraan khas yang sering digunakan di daerah NTT. Kendaraan tersebut berupa truck yang di dalamnya terdapat beberapa kursi kayu. Kursi tersebut digunakan sebagai tempat duduk penumpang yang akan diangkut oleh truck. Kendaraan khas ini dinamai Otto Kayu.
Otto Kayu
Setelah menunggu sekitar 45 menit, jalan akhirnya dibuka dan saya kembali melanjutkan perjalanan. Karena keterbatasan informasi, saya tidak tahu kalau ternyata rumah pengasingan tersebut ditutup, sehingga saya hanya bisa melihat Rumah Pengasingan Bung Karno dari luar pagar saja. Saya hanya bisa memotret rumah tersebut dari luar pagar.
Rumah Pengasingan Bung Karno
Walaupun begitu, saya tetap harus melanjutkan perjalanan. Selanjutnya saya menuju ke arah Bajawa (Kabupaten Ngada, NTT). Perjalanan saya tempuh dalam waktu 4 jam menggunakan mobil dengan kondisi jalan yang bagus dan beraspal namun tetap berkelok-kelok. Di Bajawa, saya mengunjungi sebuah kampung adat dimana di dalamnya masih tersimpan bentuk rumah adat yang sangat khas. Kampung tersebut bernama Kampung Adat Bena. Seusai mengisi buku tamu, saya mengelilingi kampung tersebut. Sambil berkeliling, saya melihat bahwa penduduk di kampung tersebut sangat ramah, mereka tersenyum kepada setiap wisatawan yang mengunjungi mereka. Kegiatan yang dilakukan sebagian besar dari mereka adalah menenun kain dan mengolah kopi.
 
Warga Kampung Adat Bena sedang membungkus biji kopi

Kampung Adat Bena
Saya sangat menikmati perjalanan berkeliling Kampung Adat Bena, tidak lupa saya juga mengambil beberapa foto untuk disimpan sebagai kenang-kenangan dari kampung yang menakjubkan ini. Setelah berpamitan pada beberapa penduduk, saya kembali melanjutkan perjalanan.....
(to be continued)






 






























Mie Instant

Alkisah, terdapat 2 orang anak. Mereka berdua bertaruh demi mendapatkan sebuah jubah. Anak pertama berkata, "Mari berburu rusa, siapa yang cepat mendapatkannya, dia yang akan memperoleh jubah itu".
Anak kedua pun setuju.
 Mereka berdua mulai berburu, tapi anak kedua kelelahan, dia duduk di bawah sebuah pohon beringin. Lama kelamaan anak kedua itu tertidur.
Di sisi lain, anak pertama menemukan rusa yang sedang makan di tengah hutan, diam-diam ia mendekati rusa itu, tapi rusa itu pun tau, dan rusa itu berlari sekencang mungkin. Anak pertama pun terus mengejar, dia melewati hutan yang sangat lebat, berjalan melintasi sungai, hingga harus melewati semak duri demi mengintai rusa itu.
Alhasil, dia mendapatkan rusa itu tepat kena sasaran. Walaupun kaki dan tangan anak tersebut berlumur darah karena perjuangannya mendapatkan rusa. Kemudian dia pulang, dan kembali ke tempat awal sambil membawa rusa di tangannya. Setelah ia sampai di tempat awal, dilihatnya anak kedua yang sedang tertidur.
Dia membangunkannya dan berkata, "Aku telah mendapatkannya, kawan! Akulah yang berhak mendapat jubah itu. Ingatlah kawan : Tidak ada sesuatu berharga yang tidak butuh perjuangan. Dan tidak ada suatu perjuangan yang tidak butuh pengorbanan. Tidak ada sesuatu yang dapat diraih secara instant. Bahkan mie instant pun harus dimasak, kawan." :)